Kontribusiku Bagi Indonesia
Euforia menjadi sarjana begitu
terasa saat tali kuning yang berada di toga dipindahkan oleh rektor Universitas
Negeri Gorontalo tahun 2013 silam. Terasa sangat lega karena perjuangan kurang
lebih empat tahun terbayar sudah. Namun semua kesenangan itu buyar ketika ada
suara yang mengatakan bahwa ini adalah awal cerita baru dan waktunya untuk
berbuat sesuatu bagi bangsa ini.
Sejak awal tidak pernah terlintas
di benak ini untuk menjadi seorang guru, karena tujuan saya belajar bahasa
inggris adalah untuk bisa berbicara dengan orang asing. Bagi saya ada sensasi
tersendiri yang dirasa ketika bisa berkomunikasi dalam bahasa inggris dengan penutur
aslinya. Akan tetapi kehidupan di
kampus telah mengubah mindset ini
untuk bagaimana bisa membagi ilmu atau keahlian yang kita miliki kepada orang
lain.
Adalah sebuah keuntungan
bagi saya dapat lahir dan berkembang di Gorontalo, karena hal inilah yang
membuat saya bisa mengetahui adat budaya sekaligus tempat-tempat tujuan wisata
yang ada disini . Berbekal ini dan kemampuan berbahasa inggris, saya bisa
memperkenalkan Gorontalo kepada wiasatawan domestik dan internasional dengan
bekerja sebagai pemandu wisata. Bahkan
di tahun 2011 lalu Dinas Pariwisata provinsi mempercayakan saya sebagai tour guide untuk memandu perwakilan duta
besar dari negara uni eropa dan asia. Ada kebanggan tersendiri yang saya
rasakan ketika bisa mempromosikan daerah kelahiran kita.
Semangat berprestasi dan
membangun Gorontalo yang lebih baik membawa saya sampai ke dunia internasional.
Tepatnya tahun 2013 silam ketika saya terpilih untuk mewakili Gorontalo dan
Indonesia dalam kegiatan program pertukaran pemuda Indonesia-Australia.
Momentum ini saya gunakan untuk mengenalkan Indonesia khususnya Gorontalo di Australia. Salah satu tahapan
yang diperoleh dari program ini adalah workplacement
atau kesempatan untuk berkarir di tempat tertentu. Beruntung sekali saya
ditempatkan sesuai dengan bidang keahlian yaitu sekolah SD dan SMP secara
bergantian. Kesempatan ini saya gunakan untuk mempromosikan banyak hal seperti
bahasa, tarian, pakaian adat, hingga tempat wisata. Sensasinya tidak bisa
dilukiskan dengan kata-kata, karena ini adalah mimpi saya sejak kecil untuk
bisa mengenalkan Indonesia teristimewa Provinsi tercinta Gorontalo ke mata
dunia.
Semangat nasionalisme
serasa terisi penuh ketika kembali ke kampung halaman. Dalam hati saya berkata,
apa gunanya sudah jauh-jauh berangkat ke Australia akan tetapi tidak bisa
berbuat sesuatu bagi daerah saya. Tercetuslah ide untuk menyelenggarakan sebuah
kegiatan sosial yang saya beri nama “Pondok
of English and Tamyiz”. Program ini
bermuatan pembelajaran bahasa inggris dan pelatihan tamyiz yang dijalankan
secara terpisah kepada siswa-siswi SD, SMP dan SMA yang berada di kampung
halaman saya. Hal ini saya lakukan karena pembelajaran bahasa inggris di
lingkungan sekolah mereka umumnya terlalu teoritis, sehingga anak-anak menjadi
mudah bosan. Ditambah lagi dengan implementasi kurikulum 2013 yang
menghilangkan pelajaran bahasa inggris di level SD. Terkait dengan tamyiz,
dapat saya katakan ini adalah metode baru dalam menerjemahkan Al-Quran dengan
cara menyanyi untuk menghafal kata-katanya.
Harapan saya adalah dengan kombinasi bahasa inggris dan pemahaman isi
kandungan Al-Quran, akan tercipta generasi yang bisa bersaing di era
Globalisasi dengan tetap meletakkan nilai agama sebagai fondasinya.
Jika sekiranya saya
berhasil mendapatkan beasiswa LPDP ini, sepulangnya nanti saya akan
mengembangkan kegiatan sosial yang saya sudah jalankan. Selain itu semangat
untuk berbagi ilmu pun akan terus saya lanjutkan dengan mengabdikan diri di
sekolah atau univesrsitas.
Pada bagian akhir ini saya
ingin mengatakan bahwa hal penting yang harus kita cermati adalah dalam hidup
kita harus mempunyai mimpi, kemudian mimpi itu harus kita wujudkan.